Eksploitasi Diri | Tidak ada yang tahu tentang diri seseorang secara kesulurahan melainkan sang ampunya diri, saat kita menerawang ke alam kesendirian maka terkadang bayangan masa lalu mampir walau sekedar menyapa ingatan lama, mungkin ingin mengingatkan jati diri kita, dari mana berasal dan ke mana seharusnya kita akan melangkah.

Entah! angin apa yang membawa ku duduk di depan komputer saat ini, padahal siapa sangka aku adalah alumni pesantren ternama di kota ku tersayang, kawan seangkatan ku saat ini mungkin sudah menjadi ustadz kondang yang memberikan pencerahan jiwa pada khalayak umat.

Aku tertawa cekikik dalam diri, walau jika berkata jujur aku merindukan masa-masa di mana duduk simpuh di hadapan guru membuka kitab kuning dengan sejuta hikmah yang terjabarkan di dalamnya, ahhh ... kalau mengingat itu, apakah benar aku yang sekarang sudah bahagia atau justru lari dari kebahagian ku sendiri.

Dari Halaqah Menuju Blog.

Siapa sangka perjalanan seseorang akan sangat sulit di tebak, seseorang yang sejatinya di didik untuk mampu menjadi lentera umat justru terjerambak di alam maya yang tak berujung, waktu telah mengajarkan aku tentang banyak hal, arti perjalanan mampu membukakan mata hati arti kedamaian haqiqi.
Ingin rasanya aku kembali ke jaman lampau saat sebilah rokok putih menemani jejak langkah ke surau dan mesjid tempat pengajian kitab kuning di gelar, seolah masih saja membekas kopi panas di warung seorang ibu, sempat menjadi rutinitas ke seharian ku.

"Duar" itulah bunyi petir saat malam gelap dengan gulita menjadi jalan yang ku lalui, segar bukan kepalang ingatan diri saat mengayuh sepeda butut yang satu-satunya aku punya saat itu, tak ada teman berbicara kecuali sebatang rokok yang ku hisap dalam-dalam.

Halaqah santri memang sempat menjadi dunia ku, di mana aku larut dengan mahabbah kecintaan pada pengetahuan yang maha luas, aku tidak perduli akan lalu lalang gadis cantik dengan anggun jelbab yang menutup kepala mereka, aku menatap mata dari tatapan sinis tentang riutnya bunyi putaran sepeda.

Aku juga menyumpal telinga ku dari hiruk pikiknya dunia remaja masa itu, bunyi motor yang membahana juga tidak membuat ku tergiur akan keterhentian di persimpangan jalan perempetan, kiri-kanan kubangan becek sisa hujan sudah biasa di lalui.

Dan sekarang siapa sangka! aku akan menulis cerita itu di beranda sebuah blog yang di baca oleh ratusan bahkan ribuan orang yang tidak aku kenal dan mereka pun tidak mengenalku, mungkin ini hanya bagian mengeksploitasi diri, muhasyabah diri, mengingat kembali jati diri agar tidak larut dalam kemelut dunia maya yang tidak berbatas. Karena bagai mana pun aku punya mimpi dan segudang asa yang tersembunyi.

Merangkul Asa Dan Mimpi.

Setiap anak merangkak dewasa punya mimpi yang terpendam, berharap nanti kelak di kemudian hari menjadi cita yang terlaksana, begitu juga diri yang pana ini, terlahir dari kalangan beragama, terdidik di pesantren moderat memupuk asa mandiri tak meminta dari orang lain.
Mungkin itu mimpi anak yang terlanjur sendiri meniti jalan yang di inginkannya, mimpiku layak aku perjuangkan. Bayangan kala itu begitu indah, tak usah rumah gedung kelak, cukup sebagai pekerja yang memiliki waktu untuk mengaji dan mengamalkan pelajaran berharga dari sang guru yang sudah tua renta. Mungkin itu adalah asa dan mimpi ku.

Merangkak Menuju Sokses.

Sebelumnya saya mau mengatakan bahwa sampai detik ini saya belum menemukan devinisi yang lebih spesifikasi arti dari kata sokses. Jika kata sokses adalah orang yang mampu mendapatkan asa dan mimpinya, maka mungkin sejak awal saya sudah menemukan kesoksesan tersebut. Bahkan saat saya masih "Halaqah" di pengajian-pengajian.

Hidup tidak harus jumawa namun alhamdulillah sejak mondok tidak ada istilah ketergantungan hidup pada orang lain dalam kamus kehidupan saya. Apakah itu bagian dari "Eksploitasi Diri" yang selama ini saya lakukan, Stop ketergantungan hidup di tangan orang lain.